Memahami Rekonsiliasi Fiskal: Pengertian, Jenis, Tahapan, dan Contohnya
- Anindhita Nugraha
- 29 Agu
- 2 menit membaca

Setiap perusahaan di Indonesia, baik lokal maupun cabang perusahaan asing, wajib menyusun laporan keuangan dan membayar pajak. Namun, aturan akuntansi komersial tidak selalu sama dengan aturan perpajakan. Karena itu, sering muncul perbedaan yang perlu disesuaikan agar laporan sesuai dengan ketentuan pajak. Proses penyesuaian ini disebut rekonsiliasi fiskal atau koreksi fiskal. Artikel ini akan membahas pengertian, tujuan, jenis, tahapan, hingga contoh rekonsiliasi fiskal dengan bahasa yang sederhana.
Pengertian Rekonsiliasi Fiskal
Rekonsiliasi fiskal adalah proses penyesuaian laporan keuangan komersial (berdasarkan standar akuntansi) agar sesuai dengan aturan perpajakan. Tujuannya adalah mencocokkan laba atau biaya komersial dengan laba atau biaya menurut ketentuan pajak, sehingga dapat dihitung dengan benar berapa besar penghasilan kena pajak (PhKP).
Laporan keuangan komersial → digunakan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan secara umum.
Laporan keuangan fiskal → digunakan untuk menghitung jumlah pajak yang harus dibayar.
Tujuan Rekonsiliasi Fiskal
Memenuhi aturan laporan keuangan: memastikan laporan sesuai regulasi pajak.
Menghindari kesalahan hitung pajak: agar perusahaan tidak dirugikan akibat salah perhitungan.
Jenis Rekonsiliasi Fiskal
Beda Tetap (Permanent Different)
Perbedaan ini muncul karena ada transaksi yang menurut akuntansi komersial diakui sebagai penghasilan/biaya, tapi menurut aturan pajak tidak. Perbedaan ini tidak akan hilang di periode berikutnya.
Contoh:
Menurut akuntansi komersial, dividen Rp 50 juta dianggap penghasilan. Tapi menurut aturan pajak, dividen sudah terkena PPh Final sehingga tidak dihitung lagi.
Biaya berupa denda pajak Rp 10 juta diakui dalam akuntansi, tetapi tidak boleh dikurangkan dalam perhitungan fiskal.
Beda Waktu (Time Different)
Terjadi karena perbedaan waktu pengakuan antara akuntansi komersial dan pajak. Pada akhirnya, perbedaan ini akan hilang di periode mendatang.
Contoh:
Perusahaan menyusutkan mesin senilai Rp 100 juta dengan metode saldo menurun dalam akuntansi. Tapi menurut aturan pajak, hanya boleh pakai metode garis lurus.
Piutang tak tertagih Rp 20 juta diakui sebagai cadangan dalam akuntansi, tetapi belum boleh diakui dalam fiskal kecuali memenuhi syarat tertentu.
Tahapan Rekonsiliasi Fiskal
Identifikasi → kenali perbedaan antara laporan komersial dan fiskal.
Analisis → cek dampaknya terhadap laba kena pajak.
Koreksi → catat koreksi fiskal positif dan negatif.
Menyusun laporan fiskal → laporan inilah yang digunakan untuk melengkapi SPT Tahunan PPh Badan.
Koreksi Fiskal Positif dan Negatif
Koreksi Fiskal Positif
Menambah laba komersial agar sesuai aturan pajak. Terjadi jika ada biaya yang tidak boleh diakui fiskal atau penghasilan yang seharusnya ditambahkan.
Contoh:
Biaya pribadi pemilik perusahaan Rp 15 juta dimasukkan ke laporan komersial. Dalam fiskal, biaya ini harus dikeluarkan sehingga laba kena pajak bertambah.
Gaji yang dibayarkan ke pemilik perusahaan Rp 20 juta tidak boleh diakui sebagai beban fiskal.
Koreksi Fiskal Negatif
Mengurangi laba komersial karena ada pendapatan yang diatur berbeda dalam fiskal.
Contoh:
Perusahaan mencatat bunga deposito Rp 5 juta sebagai pendapatan di laporan komersial. Karena bunga deposito sudah terkena PPh Final, maka dalam fiskal pendapatan ini dikurangi.
Selisih penyusutan fiskal yang lebih besar daripada penyusutan komersial juga bisa menimbulkan koreksi negatif.
Kesimpulan
Rekonsiliasi fiskal adalah langkah penting dalam menyusun laporan keuangan yang sesuai dengan aturan pajak. Proses ini memastikan laporan keuangan komersial yang disusun perusahaan bisa diubah menjadi laporan fiskal yang benar dan adil. Dengan memahami jenis-jenis perbedaan (beda tetap dan beda waktu) serta melakukan koreksi positif maupun negatif, perusahaan bisa menghitung kewajiban pajaknya dengan tepat. Hal ini bukan hanya memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga menjaga kesehatan finansial perusahaan.
Komentar